Selasa, 19 Mei 2009

ISU DAN PERMASALAHAN DAERAH PERBATASAN

  1. Ketertinggalan ekonomi kawasan perbatasan Kalimantan Timur, khususnya wilayah kecamatan sebatik, yang terletak di wilayah utara Perbatasan darat Kalimantan Timur dengan wilayah Sabah Malaysia menyebabkan tingginya tingkat kesenjangan wilayah bila dibandingkan dengan kawasan perbatasan negara tetangga.

Perekonomian kawasan Utara perbatasan Kalimantan Timur mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan kawasan perbatasan negara tetangga (Sabah dan Sarawak), sehingga menyebabkan tingginya tingkat kesenjangan pembangunan antara wilayah ini dengan kawasan perbatasan negara tetangga tersebut. Penyebab ketertinggalan ini adalah tingkat perhatian pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang kurang terhadap kawasan perbatasan ini. Kebijakan pembangunan selama ini masih menganggap kawasan perbatasan khususnya perbatasan Kalimantan Timur sebagai kawasan ”belakang” dan bukan ”halaman depan” Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai akibatnya, pembangunan di kawasan perbatasan Kalimantan Timur ini kurang mendapat prioritas di dalam perencanaan pembangunan.

Jika dibandingkan dengan kawasan perbatasan negara tetangga Malaysia, maka terlihat sekali adanya ketimpangan ekonomi yang luar biasa. Kawasan perbatasan Kalimantan Timur yang kaya akan SDA seharusnya merupakan kawasan yang maju dan sejahtera, namun kenyataannya menjadi sangat tertinggal. Padahal jika dicermati, terjadi aktivitas ekonomi yang cukup tinggi khususnya yang terkait dengan hutan dan kayu. Tetapi karena proses produksinya tidak terjadi di daerah tsb, daerah ini hanya mendapatkan nilai tambah yang kecil. Sementara negara tetangga Malaysia yang memiliki uang dan teknologi walaupun minus sumberdaya alam mampu menarik nilai tambah yang besar, sehingga ketertinggalan pembangunan terutama pembangunan ekonomi terlihat sangat kontras bila dibandingkan dengan kawasan perbatasan di Negara Malaysia, sebagai contoh daerah Sabah.

2. Terbatasnya sarana dan prasarana dasar serta transportasi dan telekomunikasi yang menyebabkan wilayah ini memiliki aksesibilitas yang rendah dan terisolasi dari wilayah sekitarnya.

Terbatasnya infrastruktur seperti sarana dan prasarana dasar seperti sarana dan prasarana permukiman, jaringan air bersih, jaringan drainase, sarana dan prasarana transportasi, telekomunikasi, dan lainnya menyebabkan wilayah ini memiliki aksesibilitas yang rendah dan terisolasi dari wilayah sekitarnya. Bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, maka kesenjangan infrastrukturnya semakin jelas. Di Malaysia aksesibilitas telah cukup baik, dimana jalan sudah di hot mix hingga ke desa-desa di kawasan perbatasan Malaysia. Fasilitas sosial dan umum untuk tingkat desa dan kecamatan yang lebih baik, dengan investasi infrastruktur perkapita yang lebih baik serta fasilitas transportasi dan telekomunikasi yang jauh lebih baik. Berbagai kendala infrastruktur wilayah ini, menyebabkan kebutuhan biaya yang sangat mahal untuk mendatangi wilayah perbatasan tersebut. Jika hal ini dibiarkan akan lebih menambah kesenjangan dan ketertinggalan ekonomi wilayah ini.

3. Degradasi sumberdaya alam yang berdampak pada kerusakan ekosistem alam dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Degradasi sumberdaya alam merupakan dampak negatif kegiatan pembangunan pada periode yang lalu. Degradasi tersebut sebagaimana telah umum diketahui, banyak terjadi pada kawasan hutan di Kalimantan Timur, yang sebagian besar berada di kawasan perbatasan. Kerusakan hutan ini lebih diakibatkan pembakaran dan penebangan hutan oleh HPH tanpa diikuti dengan kegiatan reboisasi. Degradasi sumberdaya alam ini bila tidak diberikan perhatian yang serius akan berdampak pada kerusakan ekosistem alam seperti hilangnya paru-paru dunia akibat ditebangya pohon-pohon di hutan perbatasan Kalimantan, hilangnya keanekaragaman hayati seperti hewan-hewan dan tumbuhan langka dan potensi hilangnya sumber pendapatan daerah untuk anak dan cucu penduduk di wilayah ini pada masa yang akan datang.

4. Lunturnya rasa nasionalisme dan rendahnya kesadaran politik masyarakat akibat sulitnya jangkauan pembinaan dan adanya peluang ekonomi di Malaysia.

Adanya fenomena lunturnya rasa nasionalisme dan rendahnya kesadaran politik di wilayah perbatasan Kalimantan Timur ini, lebih disebabkan perlakukan pemerintah yang tidak adil selama ini, sulitnya jangkauan pembinaan oleh pemerintah dan adanya peluang ekonomi di Malaysia. Umumnya penduduk di kawasan perbatasan Kalimantan terdiri dari berbagai etnis. Heterogenitas etnis disertai kesenjangan ekonomi dan sosial sering menimbukan kecemburuan sosial yang jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan konflik. Lebih parahnya Permasalahan-permasalahan yang terjadi selama ini tidak teratasi karena masyarakat perbatasan masih banyak yang tidak mengetahui bagaimana menyalurkan keluhan mereka kepada pemerintah. Masyarakat, terutama suku terasing lebih suka menghindar ke pedalaman manakala wilayah mereka terdegradasi. Kesenjangan akibat selisih kurs valuta, sarana dan prasarana darat, laut dan udara; sarana komunikasi dan informasi dengan Malaysia, juga mengurangi tingkat rasa nasionalisme dan kesadaran politik masyarakat perbatasan, sehingga orientasi mereka dalam aspek ekonomi dan perdagangan lebih condong ke Pemerintah Negara Malaysia daripada ke Pemerintah RI. Kecenderungan masyarakat di daerah perbatasan yang lebih berorientasi ke Sabah dan Serawak baik dalam perdagangan, mata uang yang digunakan dan juga informasi yang mereka terima.

  1. Terancam dan berkurangnya batas wilayah RI di kawasan perbatasan Kalimantan Timur.

Permasalahan berkurangnya wilayah negara Indonesia secara administratif, berpotensi terjadi di kawasan perbatasan, misalnya dengan adanya pemindahan patok perbatasan dan pengambilalihan pulau kecil oleh negara tetangga. Patok-patok perbatasan banyak yang hilang dan berpindah tempat sehingga menyulitkan dalam penentuan garis perbatasan. Sebagai akibatnya Pemerintah RI sering dirugikan, karena wilayah RI yang semakin berkurang. Selain itu permasalahan dan perbedaan pandangan dalam menentukan pengaturan luas kawasan perbatasan antara Pemerintah RI dan Pemerintah Malaysia seperti Sungai Sinapad, Sungai Simantipal, Pulau Sebatik ataupun pengambilalihan pulau-pulau tertentu oleh Negara Malaysia seperti Pulau Sepadan dan Ligitan.

6. Rendahnya tingkat kesadaran hukum dan terbatasnya pos-pos perbatasan menyebabkan pelanggaran lintas batas dan tindakan kriminal lainnya (illegal logging)

Rendahnya tingkat kesadaran dan pemahaman terhadap hukum dan perundangan yang berlaku, kurangnya fasilitas pendukung pertahanan dan keamanan, dan kurang tegasnya pelaksanaan hukum dan perundangan tersebut menyebabkan jumlah pelanggar lintas batas dan tindakan kriminal lainnya semakin meningkat di kawasan perbatasan Kalimantan termasuk kegiatan illegal logging.

Ditambah lagi jumlah pos perbatasan yang sangat kecil dan jumlah aparat yang tidak sebanding dengan panjangnya garis perbatasan serta masih lemahnya koordinasi antar instansi di kawasan perbatasan (TNI, Polri, Bea Cukai, Imigrasi, dll) menimbulkan kesulitan pengawasan terhadap pelintas batas ilegal, illegal trading, dan kegiatan illegal logging.

7. Globalisasi Ekonomi dan perdagangan bebas menyebabkan produk-produk kawasan perbatasan tidak mampu bersaing dengan produk-produk wilayah lainnya.

Seperti diketahui, bahwa kawasan perbatasan Kalimantan merupakan daerah yang belum berkembang terutama kegiatan ekonomi yang melibatkan masyarakat setempat. Hal ini selain disebabkan produknya yang memiliki daya saing yang rendah juga dukungan sarana dan prasarana yang sangat terbatas, yang mengakibatkan sulitnya pemasaran produk-produk yang dihasilkan wilayah ini. Bila globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas telah diberlakukan, dan tidak ada lagi proteksi untuk produk-produk masyarakat perbatasan Kalimantan, akan menjadi sebuah masalah yang perlu dipikirkan.

8. Tingkat kesehatan, pendidikan dan ketrampilan penduduk di kawasan perbatasan umumnya masih rendah.

Kualitas sumberdaya manusia di kawasan perbatasan Kalimantan masih rendah dilihat dari tingkat kesehatan, pendidikan maupun ketrampilan masyarakatnya. Masih kurangnya sarana kesehatan, dokter serta tenaga medis untuk melayani masyarakat di kawasan perbatasan; tingkat pendidikan dan ketrampilan penduduk di kawasan perbatasan yang umumnya masih rendah yakni 70,90 % penduduk usia kerja hanya berpendidikan SD serta tingkat pendidikan penduduk yang rendah tersebut menggambarkan realitas yang terjadi di kawasan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar